01 March, 2011

#6 Aku Menyesal Merokok

Dalam sebuah ruang aula ber AC dan tertutup di awal Januari 2011, ada sebuah agenda bertajuk Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Pesertanya adalah seluruh pejabat eselon II dan III, sebagian kecilnya lagi adalah eselon IV beserta staf. Semua berjalan lancar dan baik hingga menjelang istirahat siang, ada pemandangan yang aneh. Sebagian kecil peserta yang memang pecandu rokok kemudian mengeluarkan rokok dan memantik api. Jadilah mereka merokok dengan asyiknya. Saya katakan “aneh” karena ada 3 (tiga) alasan. Satu, merokok dalam ruangan tertutup dan ber AC. kedua, pelakunya adalah pejabat tinggi di lingkup pemerintahan kabupaten, yang justru menunjukkan contoh yang tidak baik bagi bawahannya. Terakhir adalah kejadian ini terus berlanjut, tanpa ada teguran, dan seakan menjadi pembenaran untuk tetap merokok dalam acara resmi seperti ini.

Saya adalah orang yang termasuk orang tidak suka mencium asap rokok. Kalau mencium asap rokok rasanya seperti sesak nafas dan sakit kepala. Ini lah yang kemudian saya rasakan pada saat mengikuti acara tersebut. Kebetulan orang yang merokok itu tidak jauh dari tempat duduk saya. Ingin rasanya menjauh dan keluar dari ruangan ini. Namun tak mungkin.

Huh.. di mana – mana bertemu dengan orang yang merokok. Rasanya kampanye anti merokok belum bisa dikatakan berhasil. Buktinya masih banyak saja orang yang merokok, atau jangan – jangan regenerasi perokok ini terus berlangsung dan jumlahnya semakin banyak. Coba kita perhatikan di sekitar kita, berapa banyak para perokok muda, sedari SMP dan SMA mereka sudah mulai mengenal merokok. Nampaknya mereka bangga menununjukkan kedewasaan mereka dengan merokok.

Pernahkah anda membaca tulisan ini? "Peringatan Pemerintah: Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin". Ya tulisan seperti ini ada di setiap bungkus rokok. Ibarat pisau yang sering dipakai, maka akan menjadi tumpul. Tak berbeda jauh, peringatan itu kemudian menjadi tidak ampuh karena tulisan itu sudah terlalu sering dibaca oleh si perokok yang kelak akan menjadi penghias dan pelengkap aksesoris sebuah bungkus rokok.

Orang bijak pernah berkata “penyesalan selalu datang kemudian”. Seorang teman saya dulunya adalah seorang perokok berat, bahkan bisa dikatakan sangat berat jika indikatornya adalah sehari dapat menghabiskan lebih dari 1 (satu) bungkus rokok yang berisi 12 batang rokok. Ini artinya setiap 2 jam ia dapat menghabiskan 1 sampai 2 batang rokok setiap harinya. Beberap waktu yang lalu, aku bertemunya di sebuah lapangan futsal dan kemudian bercerita bahwa ia tidak merokok lagi. Lantas aku bertanya mengapa bisa demikian. “Nafasku sudah tidak kuat lagi kalau lama – lama main futsal. Setiap malam aku batuk dan tiap kali batuk dada ku terasa nyeri. Waktu diperiksa dokter bilang paru – paruku sudah bolong. Aku menyesal merokok selama ini”.

Sudah banyak kasus dan korban akibat merokok. Masih kah kita akan terus melihat korban berjatuhan karena merokok ini. Saatnya kita perangi merokok. Kita tidak ingin membuktikan lagi “penyesalan selalu datang kemudian”