18 May, 2019

#42 Ramadan Itu Terus Berlanjut

Oleh: Abdurrahman

Seperti sebuah kebiasaan di dalam bulan Ramadan. Kebiasaan baik-baik yang dilakukan banyak orang. Orang-orang semakin rajin beribadah. Tingkat kesabaran semakin tinggi. Jamaah langgar juga meningkat. Tingkat kriminal berkurang. Infaq dan sedekah meningkat jumlahnya. Umat berlomba-lomba dalam kebaikan. Bahkan di beberapa daerah tempat hiburan malam (THM) saja dihentikan kegiatannya. Betul memang ini yang diharapkan saat berada di bulan Ramadan. 

Ramadan ini ibarat madrasah (sekolah). Kita menjadi santri di dalamnya. Kita belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Tujuannya jelas agar mencapai derajat orang yang bertaqwa sebagaimana yang termaktub dalam Surah Al-Baqarah ayat 183. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu menjadi orang yang bertakwa”.

Seperti sebuah kebiasaan lagi. Tidak semua santri di Madrasah Ramadan lulus dengan meyakinkan. Mereka yang teguh dengan iman dan Islamnya sajalah yang dinyatakan meraih ijazah Fitri. Sisanya kembali lagi ke jalan asalnya. Si penyuka dunia gemerlap (dugem) kembali ke habitatnya, karena THM aktif kembali. Wanita penjaja diri kembali membuka layanannya. Minuman keras kembali diperjualbelikan. Dan pecinta korupsi kembali melakukan aksinya.

Ah, andai kata Ramadan itu sepanjang tahun, indah sekali dunia ini. Angka kemaksiatan akan rendah, atau bahkan mendekati nol. Karena si penggoda manusia telah dibelenggu. Orang-orang sibuk beribadah untuk mencari keridhoan Allah. Ganjaran pahala pelakunya dilipatgandakan. Nafsu syahwat tereduksi, karena efek dari puasa yang dijalankan. Pintu ampunan selalu terbuka lebar. Ah, tapi itu hanya fiksi.

Eit, jangan buru-buru menyebut fiksi. Faktanya Ramadan memang hanya 1 (satu) bulan. Tapi jika mau menjadikan 11 bulan lainnya sebagai “Ramadan”, itu bukan fiksi. Caranya, jadikan akhlak selama Ramadan untuk diterapkan pada 11 bulan lainnya. Maka Ramadan akan ada sepanjang tahun. Jika di bulan Ramadan rutin melaksanakan tilawah, maka teruskan di bulan lainnya. Jika di bulan Ramadan mampu menahan pandangan dari yang haram, maka lanjutkan. Jika di bulan Ramadan mampu tidak menggunjing teman kantormu, maka terapkan di bulan lainnya. Jika di bulan Ramadan engkau tidak korupsi uang negara, maka pertahankan. Tapi ingat! jangan meneruskan sholat tarawih di bulan lain, karena tarawih hanya di bulan aslinya saja.




Ramadan sejatinya bukan ritual semata. Ramadan bukan soal perputaran waktu. Bulan yang datang setahun sekali. Terlalu banyak makna dan hikmah kebaikan di dalamnya. Andaikan manusia mengetahui semua kemuliaan di dalamnya, bukan tidak mungkin mereka akan terus berharap bertemu dengan Ramadan. 

Akhirnya, semoga kita menjadi pribadi-pribadi yang selalu merindukan Ramadan. Lulus dari Madrasah Ramadan dan mendapatkan prediket Muttaqin. Pribadi yang mampu menjadikan 11 bulan lainnya laksana bulan Ramadan. Semoga.

(Banjarbaru, 13 Ramadan 1440)

#41 Kesederhanaan di sudut Kota Banjarbaru

Oleh: Abdurrahman

Namanya Kelurahan Palam. Terkadang disebut kampung Palam. Berada di wilayah kecamatan Cempaka, Kecamatan paling luas di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Statusnya memang kelurahan, namun suasana pedesaan lebih kental terasa. Inilah keunikan pertama dari kampung Palam. Sebuah pedesaan di wilayah perkotaan.

Mayoritas masyarakat kampung ini adalah petani. Petani tanaman pangan. Sejak dulu, Kampung Palam dikenal sebagai wilayah penghasil padi lokal. Sebagian lainnya adalah pengrajin anyaman purun. Di kampung ini terdapat pusat pengrajin purun. Lokasinya dikenal dengan sebutan Kampung Purun. Unik, kampung dalam kampung. Sebagiannya lagi berusaha di perairan umum, sebagai pencari ikan. 

http://kel-palam.banjarbarukota.go.id/

Keunikan kedua adalah hubungan antara Kampung Palam dan Martapura. Faktanya masyarakat Palam mempunyai kedekatan dalam beberapa hal dengan Martapura, ibu kota Kabupaten Banjar dibandingkan Banjarbaru sendiri. Padahal jarak Kampung Palam ke Banjarbaru hanya berkisar 6 km. Sementara ke Martapura setidaknya berjarak 14,4 km. 

Aktivitas ekonomi masyarakat Palam ternyata lebih banyak ke Martapura di bandingkan ke Banjarbaru. Angkutan pelajarpun juga tersedia dari Palam ke arah Martapur via Cempaka. Angkutan rute Palam-Banjarbaru sendiri belum ada. Tersedianya angkutan desa Cempaka-Martapura nyatanya memudahkan penduduk Palam ke Martapura. Percakapan di warung-warung kopi di Palampun lebih sering topiknya tentang Martapura dibandingkan Banjarbaru.

Fakta unik berikutnya adalah tentang harga. Gambaran sederhana, di awal tahun 2019, di Palam kita tidak sulit menemukan seporsi nasi kuning harganya Rp8.000,-. Di sebuah Madrasah Palam bahkan dijumpai Rp5.000,- per porsi. Kantin Madrasahnya lebih ekstrim, seporsi nasi goreng untuk anak menyentuh harga Rp2.000,-. Bubur ayam Banjarpun laku keras karena cukup membayar Rp3.000,- untuk 1 porsinya. Sesuatu yang sulit ditemukan di Banjarbaru.

Yang terakhir adalah tentang keakrabannya. Karakteristik penduduk kota umumnya seperti individualis, dan kurang mengenal tetangga tidak tampak di sini. Setiap ada hajatan, tetangga akan berbondong-bondong membantu. Tradisi yang mulai sulit ditemukan di perkotaan.