23 February, 2012

#10 Keseimbangan Alam yang Terganggu

“Panas sekali hari ini, gerah rasanya”, “Aduh hujan terus, bisa – bisa jemuran dirumah tidak kering”. Ya seperti itulah gerutu sebagian dari kita yang sering kita dengar. Musim kemarau kita menggurutu kepanasan, dan maunya minta hujan. Di saat musim hujan kita meminta supaya matahari muncul bersinar terang, agar bisa beraktifitas.

Bukankah sikap yang arif itu adalah bersyukur, tanpa harus menggerutu, tanpa harus memprotes takdir Allah dan tanpa harus mengomel kesana kemari. Terimalah apa adanya, karena sesungguhnya hujan dan panas adalah karunia Allah dan perputaran waktu saja, sebagaimana Allah juga menciptakan siang dan malam. Semua itu adalah sunnatullah. Sunnatullah adalah keseimbangan alam. Namun tatkala sunnatullah itu diganggu oleh kejahilan tangan manusia maka yang terjadi adalah ketidak seimbangan alam. Contoh sederhana adalah penebangan hutan secara anarkis. Penebangan hutan secara membrutal adalah kejahilan manusia yang merusak sunnatullah, karena hutan berfungsi untuk keberlangsungan alam itu sendiri. Jika rusak maka alam pun akan tidak seimbang, yang timbul salah satunya adalah banjir.

Kita sering mendengar berita banjir terjadi merata hampir di seluruh wilayah Indonesia. Seakan sudah menjadi hal biasa. Tidak aneh lagi. Beberapa daerah menjadi langganan banjir seperti misalnya kota Jakarta dan sekitarnya. Beberapa daerah di pulau Jawa juga mengalami hal serupa. Penyebabnya menurut para ahli mengatakan telah terjadi penurunan luasan daerah resapan air.

Sepuluh dua puluh tahun silam, sangat jarang terdengar di wilayah Kalimantan banjir pada musim penghujan, bahkan dikatakan wilayah ini aman dari banjir karena masih luasnya lahan hutan yang dapat menyerap air hujan dan sungai – sungai besar yang dapat menampung air hujan. Itu kondisi masa lalu. Sekarang faktanya sudah berubah. Hutan dibabat untuk diambil kayunya tanpa perhitungan. Hutan dihancurkan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit secara masal, padahal jelas akar serabut kelapa sawit dinyatakan tidak optimal menyerap air. Hutan dirusak secara sengaja baik ilegal maupun legal dengan label ijin KP atau PKP2B untuk dikeruk batubara yang ada di perut bumi.

Itulah faktanya sekarang. Jika kita tidak bijak mengelola alam maka keseimbangan alam akan terganggu. Benarlah firman ALLAH dalam AL-Qur’an : “telah nampak kerusakan di muka bumi akibat perbuatan manusia itu sendiri”. Wallahu’alam bishshowab.

22 February, 2012

#9 That is Amazing

Untuk kesekian kalinya saya ditugaskan untuk ikut sebuah pelatihan di Banjarmasin. Rencananya pagi – pagi sekali besok hari jumat, saya ikut menumpang angkutan colt (orang di daerahku menyebutnya taksi balarut dalam bahasa banjar) dari Batulicin menuju Banjarmasin, dengan harapan sebelum waktu sholat jum’at dimulai saya sudah sampai di rumah Banjarmasin. Sehabis sholat subuh dan sarapan dari tempat kos saya berangkat menuju tempat ngetem taksi dengan di antar tukang ojek. Jalanan masih sepi memang. Belum ada penumpang yang lain.

Karena batas waktu ngetem taksi di dalam kota ini hanya sampai jam 7.30, jadi meskipun belum penuh, taksi mau tidak mau harus berangkat. Akhirnya taksi berangkat meskipun awalnya dengan agak pelan, karena sang supir masih berharap ada penumpang lagi bertambah. Taksi memang terus berlaju, namun Sampai di daerah Sebamban, supir menghentikan taksinya. Katanya menunggu penumpang yang sudah membuat janji. Ditunggu lebih dari setengah jam, tidak juga muncul. Wah kalau sudah begini, jangan – jangan bisa tidak sampai Banjarmasin sebelum sholat jumat.

Akhirnya kekhawatiranku terbukti. Jam sudah menunjukkan pukul 12.15. ini artinya tinggal beberapa menit lagi adzan jumat segera berkumandang. Taksi melaju kencang bergerak melewati kota pelaihari. Dalam pikiranku saya harus bayar taksi lagi sekali jika saya haris turun sebelum sampai Banjarmasin. Yah saya nekad aja, saya harus turun dari taksi meski belum sampai ke Banjarmasin agar bisa sholat jum’at. Saya pikir sholat jumat lebih penting dari pada harus sampai Banjarmasin namun meninggalkan sholat jum’at, paling tinggi nanti bayar Rp 10.000. Tidak apalah, ALLAH maha tahu apa yang terjadi pada hamba-Nya.

Tepat di saat khatib sedang khutbah saya minta turun ke pada supir di sekitar bundaran pal 20 yang kebetulan ada masjid di pinggir jalan A. Yani. Saya pun bergegas untuk berwudhu dan memasuki masjid. Selesai sholat jumat saya masih sempat makan pentol di depan masjid, makanan kesukaan saya sejak kecil. Hitung – hitung untuk mengganjal perut. He he...

Saya berdiri di seberang masjid pinggir jalan A. Yani untuk mencegat taksi Banjarbaru atau Martapura yang menuju Banjarmasin. Taksi pertama lewat saja, karena penumpang penuh. Lama juga menunggu, mungkin karena pas habis jum’atan. Setelah lama sekitar 30 menit, keajaiban itu datang, nampak dari kejauhan sepertinya saya mengenal sebuah mobil kijang berjalan mendekatiku. Mobil kijang itu adalah mobil dinas BPS Provinsi Kalimantan Selatan. Ya tidak salah lagi. Kebetulan sekali yang membawa mobil itu adalah teman saya kuliah. Teman saya dalam mobil itu melihat ke arah saya dan perlahan diapun berhenti. Saya langsung naik dan menumpang dia menuju Banjarmasin. Dia habis mengantar tamu dari Jakarta ke Bandara Syamsudinnoor.

Alhamdulillah, saya bersyukur kepada atas pertolongan ini. Tak perlu lagi saya mengeluarkan uang untuk bayar angkot lagi. Itulah keajabaikan yang diperlihat ALLAH pada hambanya. Yakinlah Berbuat kebaikan, beribadah kepada ALLAH, pasti ada ganjarannya. Percayalah. Jangan pernah ragu untuk beribadah dan berbuat baik.

#8 Blackberry dan Gaya Hidup

Bebe (bukan bau badan tentunya) adalah istilah populer untuk menyebut gadget Blackberry. Bb, bukan sekedar handphone biasa, ia termasuk dalam jenis smartphone. Di dalamnya pemilik diberi pilihan untuk menikmati layanan yang bernama bb massenger sebuah layanan chatting seperti halnya ym, gtalk atau sejenisnya. Bebe semakin mendunia ketika Barrack Obama dikabarkan berkampanye untuk meraih dukungan masyarakat Amerika Serikat menjadi presiden menggunakan gadget mewah ini.

Seiring waktu, sekitar tahun 2008 dunia termasuk indonesia, yang terkenal dengan gaya hidup nya juga demam bebe. Bebe memang relatif mahal, setidaknya dibandingkan jenis smartphone lainnya semacam Nokia E63, E71 dan lain - lain. Tapi sekali lagi bb tetap laris manis. Seperti halnya sebuah trend gaya hidup, bb seakan menjelma sebagai sebuah simbol kemapanan. Maka tidak sedikit orang membeli bb untuk sekedar gaya dan menunjukkan aktualisasi diri dalam sebuah komunitas. Sebagian mungkin masih relevan alasan mempunyai bb untuk menunjang kelancaran bisnis, usaha, dan pekerjaan dengan mengoptimalkan layanan bbm.

Saya, Alhamdulillah hingga saat ini belum memiliki bb. Kalau sekedar keinginan untuk mempunyai ya ada lah keinginan untuk membeli. Tapi belum pernah terealisasi. Selain memepertimbangkan aspek finansial, juga mempertimbangkan dari segi manfaat. Saya belum benar – benar membutuhkannya setidaknya hingga saat ini.

Tidak hanya satu, dua atau tiga orang teman yang bertanya berapa pin BB saya. Saya katakan dengan jujur kalau saya tidak punya bb. Seakan tak percaya kalau saya tidak memiliki bb. Sedemikian penting kah bb untuk dimiliki saat ini? Jawabannya pasti relatif. Masing – masing orangnya tentu pendapat yang berbeda. Mereka punya reason untuk mendukung keputusan yang mereka ambil.

Dalam keseharian dunia kerja, saya memang didekatkan pada dunia teknologi semacam gadget yang memang diperlukan dalam menunjang pekerjaan saya. Tidak harus punya menurut saya. Tahu mengerti dan faham teknologi itu dan mengikuti perkembangannya sudah cukup bagi saya. Karena pada posisi pada pekerjaan saya saat ini kita tidak boleh gaptek, sebagaimana pesan seorang Kepala Bidang kepada saya.

21 February, 2012

#7 Dosen, Sebuah Peran Baru

“Sebelum kita memulai perkuliahan hari ini, marilah kita berdo’a lebih dahulu. Bedo’a silahkan”. Kalimat itulah terucap setiap kali saya memulai perkuliahan di sebuah sekolah tinggi di kabupaten Tanah Bumbu. Jika semua mahasiswa sudah berdo’a, barulah perkuliahan dimulai.

Tak pernah menyangka kalau saya menjadi pengajar atau lebih tepatnya dosen. Walaupun hanya dosen bantu atau tidak tetap. dulunya memang pernah terbesit keinginan untuk menjadi dosen. Tapi cara menjadi dosen itu tidak pernah terbayang.

Ketua sekolah tinggi tersebut datang ke kantor saya untuk meminta seorang pengajar mata kuliah statistik. Kebetulan saya adalah lulusan sekolah tinggi ilmu statistik. Di kantor bukan hanya saya yang lulusan statistik, masih ada 7 orang yang lain. Namun kebanyakan mereka menolak dengan berbagai alasan. Akhirnya saya bersedia menjadi pengajar walaupun awalnya saya agak malas – malasan menerimanya, karena jika menjadi pengajar statistik otomatis saya harus membuka – buka buku statistik dan mempelajarinya kembali sehingga tidak bisa otomatis langsung bisa, karena sudah 6 tahun saya meninggalkan kampus statistik. Untungnya setelah baca silabus mata kuliah biostatistik, materi kuliah yang dibebankan masih tergolong dasar, jadi tidak perlu untuk membaca kitab –kitab statistik yang tebalnya bisa mencapai 500 halaman. Cukup buku statistik dasar saja.

Menjadi dosen terkesan agak aneh. Saya hanya lulusan diploma IV, yang menurut hirarki sedikit di bawah sarjana (S1). Padahal yang di ajar adalah program studi S1 Ilmu keperawatan. Seharusnya S1 minimal diajar oleh S2 dan S2 minimal di ajar oleh S3. Sehingga saya agak canggung dalam sebuah rapat dosen saya diperkenalkan sebagai dosen baru di antara dosen – dosen yang lain dengan menyebut titel. Yang lain bertitel S.S T. A.pt, dr, DR, S.Kep.Nr, dan ME. Hanya beberapa orang saja yang bertitel S.ST ilmu keperawatan dan kebidanan. Lucu kelihatannya memang. Kampus ini memang baru, jadi ini tidak begitu menjadi masalah.

Sudah setahun ini menjadi dosen. Senang dan sangat menikmati peran tambahan ini. Selain bisa mengingatkan kembali pelajaran statistik yang sudah 6 tahun hampir terlupakan, juga bisa menambah kolega di kabupaten ini, kenal dengan banyak mahasiswa – mahasiswi dengan beragam latar belakang. Seperti umumnya tradisi orang kalimantan, seorang guru begitu dihormati disini. Meskipun saya bukan orang yang gila hormat. Bahkan kadang saya tidak mau tangan saya dicium ketika saya bersalaman dengan mereka.

Pada saat pertemuan terakhir satu mata kuliah di setiap semester saya berujar “saya bukanlah orang yang pintar. Kita sama – sama belajar, hanya kebetulan saya mempelajari ilmu ini lebih dahulu. Semoga apa – apa yang baik yang kita dapat selama perkuliahan dapat bermanfaat bagi kita semua, dapat membantu dalam menyusun tugas akhir maupun diaplikasikan pada dunia kerja nantinya.”