29 July, 2016

#25 Bait Puisi Untuk Bapak Dyan Pramono Effendi*



Karya: Abdurrahman 



Roda waktu itu menghantarkan pada sebuah titik
Sebuah titik tatkala kesadaran terhentak
Sadar perpisahan adalah keniscayaan
Perpisahan seorang panutan kami
Perpisahan seorang guru kami
Perpisahan seorang sahabat kami
Perpisahan seorang pemimpin, Bpk. Dyan Pramono Effendi

Dua ribu tiga belas
Tiga tahun lalu itu telah berlalu
Kali pertama mengemban tugas
Ah...... rasanya baru kemaren engkau di sini
Tapi.... roda waktu terus berlalu

Perpisahan ini......
Tak lantas membuat alfa
Telah diarungi dalam kebersamaan
Ada banyak cerita untuk dikisah
Ada banyak cerita untuk ditulis
Ada banyak cerita untuk dikenang
Ada banyak cerita penuh makna

Perpisahan ini.....
Tak lantas membuat alfa
Telah diarungi dalam kebersamaan
Tiada lagi tausyiah agama dari engkau
Tiada lagi senyuman tatkala berpapasan
Tiada lagi candaan dan nasehat hikmah
Semuanya,....
Telah terbungkus oleh perpisahan

Perpisahan ini......
Bukanlah,... bukan akhir segalanya
Hanya satu bagian kehidupan
Kehidupan yang tak ada keabadian
Pertemuan berlalu, diujungnya adalah perpisahan

Perpisahan ini......
Bukanlah,...... bukan akhir segalanya
Silaturahim kan terus dijaga
Kebaikan terus ditempa 
Karena kita pernah bersama 

Bapak,
Di masamu kini, teriring do’a dipanjat
Hidupmu dalam keberkahan
Keluarga, isteri, anak dan cucu
Takzim hormat kami haturkan
kemaafaan dipinta atas segala kekhilafan
terima kasih atas segala kebersamaan

Banjarbaru, dalam keheningan malam 24 Juli 2016
-----------------------------------------------------------------------------------------
*Puisi ini dibacakan pada saat acara perpisahan Bapak Dyan Pramono Effendi, S.E., M.E sebagai kepala BPS Provinsi Kalimantan Selatan karena telah memasuki Masa Persiapan Pensiun, sekaligus menyambut Ibu Ir. Diah Utami, M.Sc sebagai kepala BPS Provinsi Kalimatan Selatan yang baru pada hari Rabu, tanggal 28 Juli 2016 di Aula Gedung BPS Provinsi Kalimantan Selatan. Puisi ini dipersembahkan untuk Bapak Dyan Pramono Effendi, S.E., M.E.

27 July, 2016

#24 Ternyata Desa Juhu dan Dadap Kusan Raya adalah Desa Tersulit


Ada sebuah indikator yang diperkenalkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melihat seberapa sulitkah sebuah desa untuk diakses secara geografis? Jadi kita bisa membandingkan antar desa, mana yang lebih sulit aksesnya jika dibandingkan dengan desa lainnya menggunakan indikator tersebut. Indikator itu dikenal sebagai Indeks Kesulitan Geografis.  

Indeks Kesulitan Geografis (IKG) merupakan ukuran untuk menentukan tipologi desa berdasarkan tingkat kesulitan untuk akses ke wilayah suatu desa. IKG dihitung oleh BPS dengan menggunakan data PODES 2014. Data IKG digunakan salah satunya dalam pertimbangan untuk mengalokasikan dana desa dari pemerintah pusat.


Indeks Kesulitan Geografis (IKG) merupakan ukuran untuk menentukan tipologi desa berdasarkan tingkat kesulitan untuk akses ke wilayah suatu desa. IKG dihitung oleh BPS dengan menggunakan data PODES 2014. Data IKG digunakan salah satunya dalam pertimbangan untuk mengalokasikan dana desa dari pemerintah pusat. 

 
IKG pada dasarnya merupakan indeks yang disusun berdasarkan skoring yang dilakukan untuk masing-masing instrumen penilaian. Pemilihan instrumen ini dilakukan dengan mengacu pada empat komponen utama yaitu : 1. Ketersediaan pelayanan dasar; 2. Kondisi infrastuktur dan geografis desa; 3. Transportasi; dan 4. Komunikasi desa ke kabupaten/kota. Dalam interpretasinya, jika nilai IKG semakin mendekati 100, maka tingkat kesulitan geografisnya semakin tinggi, begitu pula sebaliknya jika nilai IKG semakin mendekati 0, maka tingkat kesulitan geografisnya semakin berkurang. IKG hanya dihitung untuk desa saja. Diasumsikan daerah perkotaan tidak perlu dihitung karena umumnya kelurahan mempunyai fasilitas yang lengkap dan akses yang mudah. Sehingga kota Banjarbaru dan Banjarmasin yang tidak memiliki desa, tidak dilakukan penghitungan.  

IKG Kalimantan Selatan secara rata-rata sebesar 42,01. Sementara secara nasional, lebih dari 57,4 persen desa-desa di Indonesia termasuk dalam kategori 30-50, yang sudah dapat dikatakan bagus. Ini berarti bahwa desa-desa di Kalimantan Selatan secara umum sudah berada kondisi yang bagus. Namun demikian IKG Kabupaten Kotabaru yang mencapai 48,48 adalah nilai IKG paling tinggi dibandingkan daerah lain di Kalimantan Selatan, sehingga perlu mendapatkan perhatian. Dengan wilayah Kotabaru yang sangat luas, mencakup seperempat wilayah Kalimantan Selatan menjadikan desa-desa di Kotabaru cukup sulit diakses, termasuk pula akses terhadap fasilitas-fasilitas pembangunan oleh masyarakatnya. Terlebih lagi dengan kondisi geografis kabupaten kotabaru yang terdiri dari pegunungan dan kepulauan menjadikan daerah ini semakin sulit akses transportasi dan komunikasi. 

Jika dilihat lebih pada wilayah administrasi yang lebih kecil, desa Juhu di kecamatan Batang Alai Timur, kabupaten Hulu Sungai Tengah bersama dengan desa Dadap Kusan Raya, kecamatan Kusan Hulu, kabupaten Tanah Bumbu adalah dua desa yang memiliki IKG paling tinggi di Kalimantan Selatan yakni masing-masing sebesar 85,77 dan 80,77. Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa dua desa memiliki tingkat kesulitan geografis paling tinggi di wilayah Kalimantan Selatan. Sebenarnya apa dan bagaimana gambaran dua desa ini sehingga berprediket sebagai desa paling sulit geografisnya?


Eksotisme desa Juhu dan Dadap Kusan Raya di Kawasan Meratus
Dua desa ini boleh saja memiliki nilai IKG tertinggi, yang berarti bahwa kedua desa ini memiliki akses yang paling komplit sulitnya di antara desa lain di Kalimantan Selatan, baik dari segi jarak yang jauh, minimnya fasilitas transportasi maupun fasilitas pendidikan dan kesehatan serta ekonomi. Anda tidak akan menemukan sinyal handphone di dua desa ini, meskipun ada penduduknya memiliki handphone

Kedua desa ini sama-sama berada di kawasan pegunungan Meratus dengan ketinggian sekitar 500 di atas permukaan laut. Untuk menuju ke desa Juhu, bisa melalui sebuah desa bernama Birayang yang berada di Kecamatan Batang Alai Selatan ke desa terdekat dari Juhu, yaitu Kiyu dengan waktu tempuh 50 menit. Selanjutnya untuk ke Desa Juhu harus berjalan kaki melewati hutan-hutan selama dua hari. 



 
 Sementara untuk menuju ke desa Dadap Kusan Raya perlu waktu sekitar 6 jam dari desa Teluk Kepayang menggunakan kendaraan khusus modif, dengan ban rimba. Jika tidak menggunakan, maka anda harus bersiap menanggung perjalanan yang lebih lama dan berat, terlebih lagi jika pada musim penghujan.

Desa Juhu dipenuhi oleh hamparan rumput yang terpajang hijau menutupi permukaan tanah. Batu-batu yang gunung yang berserakan menambah keindahan panorama desa. Udaranya masih sejuk dengan suasana alam hijau dan bebas polusi. Begitu pula dengan desa Dadap Kusan Raya yang masih asri dengan suasana keheningan hutan belantaranya. Suasana dua desa ini, benar-benar jauh dari kebisingan kota. Fasilitas di sini sangat minim. Penduduknya mengandalkan pertanian. Akses pembangunan memang sangat lambat. Namun penduduknya dapat hidup dengan damai. Mereka bersahabat dengan alam. 

Bagaimana anda tertarik ke desa Juhu dan Dadap Kusan Raya? Rasakan sensasi perjalanannya dan nikmati alamnya. (abdurrahman @banjarbaru, 27 Juli 2016)