04 February, 2018

#39 Korupsi: Warisan Haram, Tanpa Surat Wasiat






“Korupsi di tanah negeri, ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku tiap orde yang datang silih berganti.”
Dua kalimat pembuka di atas dikutip dari sebuah buku kuliah tentang korupsi. Menjadi sangat relevan untuk disampaikan saat ini. Pesan tersebut seakan menjadi teorema yang akan terus dibuktikan pembenarannya.
Pembuktian teranyar terjadi di Provinsi Jambi. Tidak tanggung-tanggung orang nomor satu di provinsi tersebut menjadi tersangkanya. Sebelumnya orang nomor satu di salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan. Sudah kesekian kalinya pejabat di negeri ini menjadi pesakitan. Jangan-jangan korupsi ini telah membudaya di kalangan birokrasi. Jenisnya bisa saja beragam dari kelas teri hingga kelas kakap. Yang terungkap ke permukaan adalah kelas kakap. Yang kelas di bawahnya bisa saja jumlah kasusnya lebih banyak.
Mohtar Mas’oed (1994) mendefinisikan korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari kewajiban formal suatu jabatan publik karena kehendak untuk memperoleh keuntungan ekonomis atau status bagi diri sendiri, keluarga dekat. Tindak korupsi umumnya merupakan transaksi dua pihak, yaitu pihak yang menduduki jabatan publik dan pihak yang bertindak sebagai pribadi swasta.Tindakan yang disebut korupsi adalah transaksi di mana satu pihak memberikan sesuatu yang berharga (uang atau aset lain yang bersifat langgeng seperti hubungan keluarga atau persahabatan) untuk memperoleh imbalan berupa pengaruh atas keputusan-keputusan pemerintahan.
Korupsi adalah penyakit sosial. Berbagai faktor melatarbelakangi terjadinya korupsi. Dorongan terbesar adalah syahwat memperkaya diri. Hasil penelitian Yuliani (2006) menyebutkan bahwa semakin besar kekuasaan yang dimiliki seseorang semakin besar pula godaan untuk melakukan korupsi. Peluang terbesar terjadinya korupsi ada di birokrasi sebagai organisasi publik penyelenggara pemerintahan dan pelayanan publik sehari-hari. Meskipun tidak menutup kemungkinan pihak swasta juga dapat terjerat korupsi.
Maka hati-hatilah kita sebagai abdi negara, terlebih lagi para pejabat yang memiliki kewenangan mengatur keuangan. Jangan menjadi budak nafsu. Karena menuruti nafsu memperkaya diri dengan jalan yang tidak benar, maka akan berpeluang teperangkap dalam jebakan korupsi.
Mari perkuat iman dan perbanyaklah ibadah. Selalu berdzikir dan mengingat diri bahwa korupsi adalah perbuatan tercela. Selalu berdo’a agar kita dijauhkan dari segala godaan kemaksiatan dunia. Sholatlah selalu meskipun saat sedang sibuk-sibuknya bekerja. Waktu sholat bukan waktu sampingan. Namun kebutuhan utama. Sesibuk apapun bekerja, sholat tetap wajib dilaksanakan. Insya Allah sholat yang benar akan menjauhkan diri dari perbuatan kemunkaran.

(Abdurrahman, @banjarbaru, 04022018)

No comments:

Post a Comment