14 February, 2013

#19 Layakkah Sistem Transportasi Bandara Syamsudinnoor Saat Ini?

Oleh: Abdurrahman
Akhir tahun 2012 lalu, dalam perjalanan pulang ke Banjarmasin dari Jakarta, saya menggunakan pesawat komersil dan mendarat di bandara Syamsudinnoor Banjarbaru. Karena tidak dijemput, terpaksa menggunakan moda transportasi yang tersedia. Baru disadari bahwa sistem transportasi yang menghubungkan dari bandara Syamsudinnoor menuju Banjarmasin dan sebaliknya, tidak semudah sistem transportasi yang menghubungkan bandara Soekarno-Hatta Cengkareng di Tangerang menuju Jakarta. Alat transportasi dari bandara Syamsudinnoor untuk menuju ke Banjarmasin, yang tersedia ada dua pilihan, tentunya selain menggunakan kendaraan pribadi. Pertama, menggunakan taksi bandara dan kedua adalah menggunakan angkutan ojek hingga bundaran Landasan Ulin yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan angkutan umum Landasan Ulin – Banjarmasin, jenis mobil carry berwarna hijau.

Sumber Gambar: http://kasnowiyono.blogspot.com/
Menggunakan angkutan taksi bandara tarifnya relatif mahal. Ukuran relatif mahal jika dibandingkan dengan moda transportasi massal DAMRI di Jakarta. Menuju Simpang Tiga Kayu Tangi – S. Parman dikenakan tarif Rp90.000 dengan jarak tempuh sekitar 28 Km. Di sisi lain dengan menggunakan moda transportasi DAMRI dari bandara Soekarno-Hatta Cengkareng ke Pasar Minggu misalnya dengan jarak tempuh lebih kurang 60 km hanya Rp25.000.
Alternatif lainnya adalah dengan angkutan ojek dan angkot Banjarmasin-Landasan ulin. Dari bandara menuju keluar jalan besar A. Yani di pasar Landasan Ulin tempat angkot hijau ngetem, harga yang dipatok oleh tukang ojek adalah Rp10.000. Tahukah anda berapa jarak tempuhnya? Kalau diperkirakan sekitar 1 Km atau bahkan mungkin kurang. Setelah itu dilanjutkan dengan naik angkot hijau hingga turun di terminal pal 6 dengan membayar Rp10.000. uang sebesar Rp10.000 sejauh sekitar 20 km, sepertinya lebih murah dibanding naik taksi. Meski lebih murah namun belakangan saya dapat informasi bahwa dengan rute pal 6 – landasan ulin tarif biasanya hanya Rp7.500. Sesampainya di terminal pal 6, selanjutnya untuk menuju kawasan Kayu Tangi misalnya, dilanjutkan naik angkot dalam kota Banjarmasin sebanyak 2 (dua) kali. Pertama, naik angkot kuning jurusan pal 6 – Pasar Hanyar (Pasar Antasari), kemudian naik angkot kuning jurusan Pasar Hanyar – Kayutangi Ujung. Tarif sekali naik angkot sebesar Rp3.000. Jika dikalkulasikan pengeluaran transportasi dengan cara ini adalah Rp26.000. Jauh lebih murah dibanding menggunakan taksi bandara. Meski lebih murah namun sistem ini sangat tidak efektif, karena harus berganti angkutan sebanyak 4 kali dan memerlukan waktu yang relatif lama. Selain tidak efektif juga tidak efisien. Angkot kuning akan jalan kalau penumpang sudah penuh. Betapa melelahkannya menunggu penumpang penuh.
Layakkah dipertahankan?
Apakah sistem transportasi bandara yang sudah berjalan puluhan tahun ini bisa diubah menjadi sebuah sistem transportasi yang EFEKTIF DAN EFISIEN?. Meciptakan sebuah sistem transportasi dari Banjarmasin ke bandara dan sebaliknya dari bandara ke Banjarmasin dalam upaya untuk memberi kemudahan akses moda transportasi, murah dari segi biaya dan cepat dari segi waktu adalah sebuah kebutuhan mutlak bagi konsumen pengguna jasa penerbangan, terlebih lagi Banjarmasin adalah sebuah kota besar. Dari waktu ke waktu semakin banyak masyarakat yang menggunakan jasa penerbangan, begitu pula semakin bertambah pula maskapai penerbangan dan frekuensi penerbangan di bandara Syamsudinnoor. Jadi selayaknya pula pelayanan sistem transportasi juga tertata dengan semakin berkualitas. Sebagai orang Kalimantan Selatan, terkadang saya malu ketika sistem transportasi Bandara ke Banjarmasin ini belum menjadi sebuah sistem transportasi yang efektif dan efisien kepada orang luar, khususnya mereka yang baru pertama menginjakkan kakinya di bumi Antasari ini.
Penumpang yang turun di bandara tentu tidak semuanya memakai jasa taksi bandara dengan berbagai pertimbangan salah satunya adalah pertimbangan biaya yang sangat mahal. Kalaupun semua penumpang mampu dan memilih taksi bandara, toh tidak juga taksi bandara mencukupi untuk mengangkut semua penumpang pada saat yang bersamaan. Pengalaman menunjukkan, ketika mendarat di bandara Syamsudinnoor jam 8 malam, saya memutuskan menggunakan taksi bandara agar cepat sampai di rumah. Justru yang didapat adalah kekecewaan. Petugas loket taksi bandara mengatakan bahwa taksi bandara tidak ada yang siap mengantar. Padahal diparkiran tampak ada sekitar 15-an taksi yang menganggur, alasannya sudah dipesan. Di saat merasa jengkel, beberapa supir mobil berplat hitam menawarkan untuk mengantar ke rumah di Kayu Tangi dengan tarif Rp150.000. Luar biasa mahalnya. Saya coba menawar Rp80.000 karena saya anggap harganya sama ketika naik taksi bandara dari Banjarmasin ke bandara yang sebesar Rp80.000. Dia malah marah-marah dengan karena menawar terlalu murah. Pada saat malam seperti ini, benar-benar tidak ada pilihan kecuali menunggu taksi bandara yang datang. Sekitar satu jam baru diantar. Keadaan yang berbeda dengan sistem transportasi di Jakarta yang sangat mudah.
Saya ingin kembalikan ke pertanyaan di atas. Bisa kah sistem transportasi bandara Syamsudinnoor – Banjarmasin di Provinsi Kalimantan Selatan ini menjadi sebuah sistem transportasi yang mudah dan murah bisa terwujud? Menurut saya jawabannya cukup mudah. Tergantung pada kemauan pemangku kebijakan di daerah ini, dalam hal ini pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Tidak hanya kemauan, tentunya dilanjutkan dengan implementasinya untuk membuat sistem transportasi yang berbasis pada pelayanan moda transportasi penumpang bandara yang mudah dan murah. Tidak perlu membuat kajian analisis perencanaan yang mendalam dan lama, sehingga harus membayar mahal konsultan. Contoh konkretnya sudah ada di Bandara Soekarno Hatta. Hal yang baik dan bagus dari sistem transportasi Soekarno Hatta tentu bisa kita contoh, tentunya dengan penyesuaian lokal daerah. Moda transportasi bisa menggunakan angkot yang ada atau jika memungkinkan lebih bagus lagi menggunakan bis agar lebih banyak penumpang yang terangkut. Rute utama adalah jalan besar di Banjarmasin. Hal sama pun bisa diterapkan pada kota Martapura dan Banjarbaru. Kemudian disediakan halte pada titik utama tertentu tempat penumpang berkumpul untuk diangkut ke bandara Syamsudinnoor.
Implikasi
Setiap perubahan pasti ada hambatan. namun bukan karena hambatan itu yang lantas membuat perubahan itu berhenti. Perubahan menuju ke arah perbaikan dan kemaslahatan adalah mutlak didukung oleh semua pihak. Jika sistem transportasi ini benar-benar diimplementasikan, bisa jadi akan ada ketidaksetujuan dari sebagian pihak yang menurut mereka akan dirugikan. Namun hal itu tidak lantas menjadikan kita mundur untuk berbuat pada suatu perubahan yang positif.
Mengutamakan pelayanan transportasi bagi semua orang lebih utama dibanding memenangkan kepentingan segelintir orang yang jumlahnya sangat kecil. Namun demikian sebagai pemegang regulator, alangkah bijaknya kemudian pemerintah daerah melibatkan semua pihak yang berkepentingan agar didapatkan win-win solution. Prinsip dalam pelayanan adalah memberikan pelayanan secara prima. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai kewenangan dalam hal ini. Otonomi daerah telah mengamanatkan bahwa setiap daerah dipacu untuk memberikan pelayanan yang maksimal bagi warganya, termasuk pula pelayanan sistem transportasi Bandara Syamsudinnoor yang mudah dan murah. Semoga Kalimantan Selatan bisa mewujudkannya.

No comments:

Post a Comment