17 September, 2012

#17 Bonus Demografi: Sebuah Awal Indonesia Menuju Negara Maju

Guru Besar Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo, Ph. D dalam “Debat Masalah Kependudukan di Kalangan Generasi Muda” dalam rangka memperingati Hari Kependudukan Sedunia 2012 pada bulan Agustus lalu, mengatakan “Bonus demografi Indonesia yang bakal terjadi pada satu hingga tiga dekade mendatang bakal menjadi pintu malapetaka jika gagal mengelolanya. Sebaliknya, bakal jadi jendela peluang bila berkualitas dan dikelola dengan baik.“ Di kalangan ahli dan pemerhati kependudukan serta pengambil kebijakan yang terkait dengan penduduk, istilah Bonus Demografi menjadi sebuah wacana yang hangat diperbincangkan. Apa itu bonus demografi dan apa urgensinya untuk dibahas bagi negara kita? Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bonus demografi merupakan suatu istilah dalam ilmu kependudukan (demografi), baik ilmu demografi murni (pure demografi) maupun kajian kependudukan (population study). Sebelum menuju istilah bonus demografi, terdapat pengertian tentang angka ketergantungan (Dependency ratio) yang perlu dipahami. Angka ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) dengan non produktif (di luar usia 15-64 tahun) dikalikan 100. Usia non produktif dimaksud adalah anak di bawah usia 15 tahun dan lansia di atas 64 tahun. Angka ketergantungan menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Sebagai gambaran, angka ketergantungan Indonesia tahun 2010 adalah sekitar 52. Artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar 52 penduduk usia non produktif. Angka ketergantungan Indonesia terus menurun. Berdasarkan data BPS, tahun 1971 sebesar 86, tahun 2000 menjadi 54 dan 2010 sebesar 52. Ahli demografi memperkirakan dalam rentang 2020- 2030 angka ketergantungan berada pada titik terendah yaitu sebesar 44. Hal ini terjadi sebagai dampak terjadinya baby boom atau keadaan banyaknya kelahiran bayi secara membludak, kemudian secara tajam tingkat kelahiran menurun karena keberhasilan program KB sekitar tahun 1990. Inilah yang kemudian mereka-mereka yang pada lahir sebagai bagian dari baby boom akan masuk pada kelompok usia produktif secara bersamaan. Dalam sejarah penduduk suatu negara hal ini hanya terjadi satu kali. Setelah tahun 2030 angka ketergantungan akan kembali naik, karena mereka yang dulunya usia produktif secara perlahan menjadi lansia sebagai bagian dari kelompok usia non produktif. Bonus demografi menjadi dasar meningkatkan produktivitas dan memicu pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya manusia. Pada rentang waktu 2010--2035, negara ini akan dipenuhi oleh usia produktif, jika mereka adalah orang yang berpendidikan, berketrampilan dan berpengetahuan, Indonesia dipastikan akan menjadi negara maju. Mereka yang produktif pada saat itu akan masuk menjadi bagian dari jumlah angkatan kerja yang sangat besar. Potensi angkatan kerja yang besar diharapkan membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia. Namun jika sebagian besar mereka tidak produktif dengan kata lain adalah pengangguran, suka hura-hura, pekerjaan tidak jelas, dugem, mengkonsumsi narkoba dan perbuatan negatif lainnya, maka bonus demografi akan menjadi sebuah malapetaka sebagaimana yang diutarakan Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo di atas. Maka satu-satunya jalan yang harus diambil adalah menyiapkan mereka menjadi manusia pembangunan yang produktif dalam arti sesungguhnya. Pemerintah dan kita semua harus menyadari anak – anak dan generasi muda saat ini adalah mereka yang menjadi bagian dari demografi tersebut dan menjadi aset pelaku pembangunan. Berikan mereka motivasi untuk belajar, berikan pendidikan setingggi – tingginya, dan permudah bagi mereka untuk mencapai itu. Kelak mereka akan membawa kemaslahatan bagi bangsa ini. Karena ini adalah potensi lebih Indonesia dibanding negara – negara maju di dunia (kecuali Cina dan AS) yaitu banyak penduduk usia produktif.

No comments:

Post a Comment